PUDARNYA PESONA SUMPAH PEMUDA
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang
satoe, tanah Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Masih ingatkah
dengan pernyataan fenomenal tersebut? Sebuah pernyataan kesungguhan demi
kesatuan bangsa Indonesia saat itu, yang dinyatakan secara serentak oleh para
generasi muda di jaman penjajahan dulu, oleh pemuda-pemuda berasal dari
berbagai belahan nusantara seperti, Jong Java, Jong Soematranen
Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes,
Jong Ambon, dan Pemoeda Kaoem Betawi. Yang diucapkan dengan fasih
oleh berbagai lidah anak bangsa tepat pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bagi sebagian
orang pernyataan fenomenal tersebut mempunyai nilai semangat kebangsaan yang
sarat nilai keteladanan dan perjuangan, kekuatan yang besar untuk bisa
menyatukan kebhinekaan bangsa, mengangkat harkat dan martabat bangsa yang
terjajah dan tertindas disegala lini kehidupan ratusan tahun lamanya, dan
sumpah pemuda adalah hasil akhir sebuah proses panjang dalam memformulasikan
kesatuan gagasan para pemuda saat itu.
Lalu siapakah
yang dinamakan pemuda? Dinamis, optimis, fisik tangguh, ide yang inovatif dan selalu bergerak dengan semangat yang
meletup-letup, itulah pemuda. Menurut draft
RUU Kepemudaan, pemuda adalah mereka yang berusia antara 18 hingga 35 tahun,
sedangkan menurut WHO pemuda adalah mereka yang berusia diantara 10 – 24 tahun.
Terlepas dari definisi tersebut, pemuda adalah generasi penerus generasi tua
yang dipundaknya ada tanggung jawab keberlangsungan proses bagaimana masa depan
bangsa ini dibawa.
Bukan berarti
setelah formulasi Sumpah Pemuda tersebut perjuangan para pemuda itu telah
berakhir, bahkan semakin berat dalam menyebarkan sebuah formulasi Sumpah Pemuda
yang hanya terdiri dari beberapa bait itu. Bukan perkara mudah bagaimana Sumpah
Pemuda itu bisa dikenal hingga sekarang yang masih setia diucapkan oleh lidah
pemuda di berbagai lintas sejarah peradaban Indonesia.
Telah 80 tahun
lebih sejak Sumpah Pemuda ini pertama didengungkan, namun gemanya masih
terdengar hingga sekarang. Lalu bagaimanakah peran pemuda saat ini dalam
menjiwai semangat Sumpah Pemuda seperti yang dilisankan dengan gagahnya oleh
para pejuang kita dulu?
Dewasa ini kita
perlu hidup prihatin dengan apa yang terjadi saat ini, mengapa demikian?
Semangat sumpah pemuda saat ini mulai memudar atau lebih kejam lagi bisa
dikatakan semangat sumpah pemuda telah musnah! Bagaimana tidak, pemuda saat ini
tidaklah bisa disamakan dengan dengan pemuda masa jaman dulu, jaman penjajahan.
Semangat
perjuangan pemuda masa lalu memang sungguh luar biasa dalam memperjuangkan nama
bangsa, nyawa menjadi taruhannya dalam mempertahankan setiap jengkal tanah. Kepatriotan
mereka telah mengesankan para penjajah bangsa ini dan bangsa lain yang
menyaksikan setiap detik proses bangsa ini meraih kemerdekaannya.
Generasi muda
saat ini lebih dominan ke arah generasi pewaris bukan generasi perintis, atau
bahkan bisa dikatakan pemuda saat ini tidaklah setangguh para generasi muda
jaman penjajahan. Namun jaman penjajahan memang tidak bisa disamakan sepenuhnya
dengan jaman sekarang. Semangat pemuda jaman dahulu menunjukkan betapa mereka
berani mengorbankan nyawanya demi kehormatan bangsa, bambu runcing menjadi ciri
khas perjuangan fisik mereka.
Sedangkan jaman
sekarang, penjajahan secara fisik memang tidak ada, namun penjajahan dalam segi
ekonomi? Budaya? Dimanakah peran pemuda dalam mengantisipasinya? Pemuda saat
ini sedang ‘terjajah’ dalam segi ekonomi dan budaya, penetrasi budaya luar yang
tidak mencerminkan semangat budaya Indonesia begitu mudah diterima oleh
generasi muda saat ini. Arus globalisasi yang begitu kuat ditambah budaya
hedonis turunan dari budaya barat acapkali menjadi alasan generasi muda saat
ini lupa akan semangat generasi pendahulunya yang memperjuangkan bangsa ini
lepas dari segala bentuk penjajahan.
Salah satu
contoh yang menarik adalah tren berbahasa kita yang unik, muncul aneka gaya
bahasa yang justru itu muncul di tengah-tengah generasi muda. Bahasa Alay, atau
singkatan dari ‘anak lebay’. Alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan
dan selalu berusaha menarik perhatian. Kapanpun dan dimanapun, gejala seperti
inilah yang melanda sebagian generasi muda kita. Ada yang mengatakan bahasa
Alay adalah bentuk kreativitas untuk mengisi semangat Sumpah Pemuda, berbahasa
satu bahasa Indonesia? Atau bahkan sebaliknya, proses pudarnya pesona
Sumpah Pemuda sedang mewabah saat ini?
Semangat Sumpah
Pemuda saat ini bisa dibilang diambang akhir hayatnya, Sumpah Pemuda hanya
diperingati setiap setahun sekali, hanya berbentuk seremonial yang singkat. Dan
sekedar sebagai simbol penghargaan terhadap jasa pemuda yang berlelah-lelah
merumuskan bait Sumpah Pemuda yang bersejarah itu, Sumpah Pemuda tak akan
kemana-mana, selamanya akan tetap seperti itu.
Untuk mencegah
Sumpah Pemuda memudar, sebagai generasi penerus bangsa yang cerdas, kita harus
berani mempertahankan keutuhan bangsa ini. Dengan apa? Dengan kemampuan yang
kita miliki, jika kita adalah seorang mahasiswa yang katanya disebut-sebut
sebagai agen perubahan, maka kita harus berani mengatakan dengan penuh
keteguhan dan semangat, semangat Sumpah Pemuda. Semangat perubahan, perubahan
ke arah kemajuan bangsa kita, dominansi kita harus kita kembangkan mengingat
kitalah calon penerus bangsa yang besar, bangsa yang mempunyai peradaban luar
biasa, bangsa yang tidak hanya sekedar menghargai jasa pahlawan-pahlawannya,
namun juga meneladani sikap keberanian, kecintaan, ketegasan para generasi muda
jaman dahulu.
Kita adalah
pemuda saat ini, dan beberapa tahun kemudian kita akan menjadi generasi tua,
yang kelak kita akan dianggap sebagai generasi pengacau oleh pemuda yang akan
datang. Nah, untuk itu, pertahankan pesona Sumpah Pemuda untuk mengabarkan
kepada bangsa ini bahwa masih ada generasi muda yang senantiasa memperjuangkan
ibu pertiwi agar bisa bangga seperti kebanggaannya pada pemuda pada jaman
kolonial. Dan kabarkan kepada calon anak cucu kita, untuk lebih mencintai negeri
yang merupakan tanah surganya, katanya!.
Komentar
Posting Komentar