Hari Inspirasi dan Persinga

Bismillaahirrahmaanirraahiiim

Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh...

Bagaimana kabar hari ini? Insya Allaah baik-baik saja, ya...
Key, aku ingin menulis tentang hari Inspirasi yang jatuh pada hari ini, kalau tidak salah... dan beberapa catatan perjalananku kemarin, hari Ahad...

Yuk, disimak...
Hari ini adalah inspirasi yang seharusnya aku ikuti kegiatannya di Ngawi, tapi karena posisiku sekarang masih di Surabaya dan kurang sehat, aku lebih memilih berdiam disini, di Surabaya. Sebenarnya, eman banget tidak bisa ikut menjadi bagian inspirator bagi adik-adik sekolah yang berada di pelosok SD di Ngawi. Tapi yah, mau bagaimana lagi, aku tak memiliki kemampuan seperti mereka yang saat ini menyaksikan keceriaan adik-adik SD, dan memberikan mereka semangat untuk mencapai cita-cita mereka.

Masuk sebagai tim volunteer relationship bersama 5 orang lainnya kami memiliki tugas untuk membagi para relawan; pengajar, dokumentator di setiap sekolah yang menjadi lokasi Kelas Inspirasi Ngawi #2. Dalam divisi ini, aku termasuk yang 'terasing' karena diantara tim divisi hanya akulah wajah baru yang mereka kenal, keputusanku ikut tim ini bukan tanpa alasan. Aku ingin menjalin silaturrahim lebih luas lagi khususnya dalam kepanitiaan Kelas Inspirasi Ngawi #2.

Banyak nama-nama baru yang aku kenal diluar Forsmawi, dari Forsmawi pun ada tapi cuma 1 kalau tidak salah, dan ada pula dari paguyuban Dimas Diajeng yang aku kenal sebelum gabung Kelas Inspirasi ini. Saat itu aku menyampaikan ideku untuk membuat semacam Kelas Inspirasi kolaborasi Forsmawi dengan Paguyuban Dimas Diajeng, tapi setelah tahu bagaimana prosesnya, ternyata butuh kerja keras juga...

Dan kali ini fokus catatan tidak banyak membahas bagaimana Kelas Inspirasi Ngawi #2, aku ingin membagi pengalamanku menyaksikan pertandingan final Piala Kemerdekaan yang digagas oleh Kemenpora Imam Nahrawi menyusul mati surinya pagelaran sepak bola nasional setelah vonis dari Fifa bagi PSSI yang mengakibatkan PSSI tak memiliki daya unjuk gigi dikalangan Internasional. Partai final mempertemukan Ngawi (Persinga) vs Medan (PSMS), kebanggaan bagi kami selaku pemegang sah KTP Ngawi atau mereka yang memiliki ikatan emosional dengan Ngawi. Berangkat sekitar jam 4 sore, kami (berenam) sepakat menunggu pertandingan yang akan dimulai jam 8 malam di musholla atau masjid sekitar stadion Bung Tomo, jalanan menuju stadion penuh sesak dengan Bonek Mania, padat merayap, paling banter 10km/jam.

Ditengah kemacetan adzan Maghrib bergema dilangit yang mulai gelap, kami memutuskan untuk segera menemukan tempat sujud yang layak terdekat dan akhirnya ketemulah musholla, sekitar 1,5 km dari stadion. Musholla itu terletak di perumahan warga Benowo, seusai shalat, kami duduk di tangga musholla sambil nunggu Isya', ditemani seorang warga tetangga musholla yang berbaik hati menjamu kami dengan dua botol air putih dan sepiring jeruk dan pepaya dingin dihidangkan kepada kami di musholla, bu Ali -nama beliau- ngobrol dengan kami bagaimana masa mudanya hingga memiliki 3 orang anak, yang mana anak pertama dan keduanya nyantri di Sarang, Jawa Tengah. Beliau kaget saat aku bilang (almh) ibuku dari Demak dan pernah nyantri di Sarang juga, di pondoknya mbah KH. Ali, pondok Tahfidz (insya Allaah), sebelumnya aku bilang aku adalah suporter yang akan menyaksikan pertandingan di stadion jam 8 nanti.

Menggendong putri kecilnya yang kira-kira berusia 2 tahun, beliau bercerita banyak hal, tapi ada ilmu baru yang dapat dari beliau, kelak aku akan menerapkannya kepada keturunanku kelak. Yaitu menyekolahkan anak hingga selesai merupakan bekal yang lebih bermanfaat, syukur-syukur ilmu Al Qur'annya dibekali dengan baik. Baik itu formal maupun informal, itulah warisan yang paling baik dari orang tua untuk anak, bukan harta. Dengan ilmu semua bisa didapat, harta dapat habis dibagi berapapun, sedangkan ilmu tidak akan pernah habis meski dibagi ke siapa pun. Itu yang buat aku merenung beberapa detik lamanya.

Diakhir perjumpaan, beliau bersama suaminya (pak Ali) mengingatkan untuk datang lagi jika ada kesempatan dan ternyata pak Ali juga merupakan mantan santri di Sarang, beliau adalah juniornya (almh) ibuku, masya Allaah. Ternyata Allaah menuntunku jauh ketempat itu untuk menyerap ilmu dari mereka. Sungguh rencana Allaah tiada duga...

Dan perjalanan terus berlanjut meski mengular bersimpangan dengan suporter bonek yang hendak meninggalkan stadion, jumlah mereka banyak sekali, tapi mayoritas usia mereka masih muda, 30 menit lebih lamanya kami terjebak macet, motor yang kami tumpangi berjalan terkentut-kentut. Untunglah pertandingan digelar malam hari, tak bisa dibayangkan kalau digelar pada siang hari, bisa-bisa kayak pepes ikan lele dipanggang diatas bara api. Stadion Bung Tomo dibangun ditengah persawahan, berbatasan langsung dengan kabupaten Gresik. Stadion sangat menarik dengan pencahayaan yang keren. Ditambah waktu memasuki stadion, lapangan bola yang biasanya cuma bisa aku lihat di layar kaca sekarang tersaji didepan mataku, terang benderang, dan suporter Ngawi diwakili oleh warna sedangkan Medan dengan suporter berkaos hijau. Dengan tiket kelas Ekonomi aku pun menuju tempat duduk kelas utama yang @bangkunya dihargai Rp. 50.000,-. Selama babak pertama berlangsung kami memilih duduk di kelas Utama, yah, lebih elit dan nyaman walau cuma ada bangku mini pas (ma'af) pantat , tidak ada empuk juga. Di kelas utama terlihat banyak warga Ngawi yang berduit duduk disana, dan tepat diatasnya adalah kelas VIP, dimana bupati Ngawi ikut serta menyaksikan pertandingan malam itu.

Kurang lebih 90 menit pertandingan usai dengan kekalahan Ngawi 1-2, pertandingan itu cukup berat, mengingat kesebelasan Medan sudah malang melintang di jagad persepakbolaan tanah air, tidak dengan Ngawi, tapi masuk final pertandingan skala nasional adalah sebuah prestasi yang tak kalah membanggakan, atmosfir dukungan untuk tetap terus semangat digelorakan para suporter. Ya, kami tak ingin datang hanya untuk menyaksikan kekalahan, tapi ada nilai yang lebih dari itu, kami bangga Ngawi bisa memiliki nama besar disini. Semua pencarian apa Ngawi mulai bermunculan, Ngawi Ramah. Itulah Ngawi kami, kebanggaan kami. Kami pun pulang dengan tertib tanpa anarkis, do'a kami para pendukung agar Ngawi akan tetap berjaya selalu. Aamiiin...

Persinga Ngawi mengajarkan banyak hal, meski bukan tim unggulan pada awal babak penyisihan dan minim jam terbang dibanding lawan-lawannya, Persinga Ngawi menunjukkan bahwa semangat dan kekompakan tim harus kuat disamping do'a yang menyertai mereka. Persinga telah memberi inspirasi bahwa meski kita tidak diunggulkan dan tak memiliki apa-apa dalam hal tertentu, semangat tak boleh menyurut. Kerja keras harus dikeluarkan demi sebuah harapan dan cita-cita yang harus dicapai. Persinga tidak hanya menginspirasi warga Ngawi tapi tim-tim kecil di seantero nusantara bahkan jutaan manusia yang memiliki mimpi siap melambungkan mimpi mereka melalui kerja keras dan do'a... dan kelak akan mengantarkan mereka menjadi pemenang.

Okeh, catatan ini harus aku sudahi... Mulai ngaco deh sepertinya...
Mohon ma'af jika ada salah ataupun kekeliruan kata dan terima kasih atas atensinya.

Selamat beristirahat di awal pekan...
Tetap semangat...
sampai jumpa di catatan selanjutnya... insya Allaaah
Dan,

Wassalamu'alaikum Warahmatullaahi Waabarakatuh...

Alhamdulillaaah

Surabaya, 14 Sept 2015
18.20
Diketik via hape seperti biasanya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Ceritaku Hari Ini. Update

Ponorogo Punya Cerita (19 Desember 2014)

Cinta Dalam Diam ; Romantisme Cinta Ala Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah