Apa Kabar Draf Buku?



Ada sebuah pepatah yang mengatakan (mungkin kalau tak berlebihan menyebutnya hadist, cmiiw). "Hari ini harus lebih baik dari kemarin" sederhana. Jika dikaitkan dengan kalimat bijak tersebut maka aku bisa menjadi orang yang selalu dalam kerugian, orang yang tak beruntung.
Bai de way, kalo diingat-ingat, dulu waktu lulus MTs aku pernah bikin buku kenangan, album sekolah istilahnya. Buatnya otodidak banget, aku bawa ke kertas ke sekolah, aku suruh teman sekelas yang tak lebih dari 17 siswa itu untuk mengisi biodata, pesan-kesan, dan tanda tangan, tanda tangan itu penting bukti otentik kalau mereka benar-benar mengisi biodata mereka dengan sadar.

Tahun 2006 kalau gag salah, aku belum mengenal komputer sama sekali, yang kutahu cuma main game komputer aja, game who wants to be a millionaire, iyah itu gamenya. Dulu sangat gaptek banget, gag tahu apa-apa tentang komputer. Gag tahu apa itu office words, apalagi excel. Komputer bagiku dulu adalah sebuah alat untuk bermain game dan memutar film maupun lagu. Itu ajah. Iyah...

kembali ke draft album sekolah..
Semua telah terisi, sempat bingung juga mau diapain, gag mungkin juga semua tulisan langsung di foto copy trus disetaplesi sendiri. Gag ah. Tulisanku tak bagus untuk dinikmati khalayak umum sebagai memori di sekolah yang penuh dnegan kenangan. Bakalan ancur momen indahnya seketika membaca tulisan tanganku. Aku urungkan niat buruk itu.
Kebetulan di rumah (rumah paman yang aku tinggali selama di Ngawi) ada komputer nganggur. Setelah ijin pak lik (selanjutnya disebut begitu - aku lebih suka daripada, PAMAN) mau ijin pake komputer di kamar beliau, aku bingung, siapa yang ngajarin aku buat tulisan di komputer? Aku gag tahu buat tulisan lewat apa. Beruntung beberapa saat kemudian mas guru mampir (putranya pakde dan budhe-seorang guru fiqih dan geografi di MA) ke rumah. Langsung deh, minta tolong cara buat tulisan di komputer. Bantuan yang dia berikan cuma, "golekono ng ngarep, jenenge words" itu saja, sementara ia tak menyentuh komputer sama sekali, ia sibuk dengan hapenya, mungkin ia sedang nunggu bu guru (pacarnya, mungkin. Sesama guru di sekolah yang sama). Benar, tak lama kemudian ia pergi bersama bu guru yang dimaksud. Motornya ditinggal satu, mereka pergi berboncengan.
Komputer masih nyala, berkat 'bantuan' singkat itu, aku mulai mengetik sebisanya. Aku ingat, 1 halaman sama dengan 1 file, aku belum tahu jika bisa lebih dari 1 halaman. Jadinya, aku buat beberapa file dengan 1 biodata yang tak lebih dari 1 halaman full itu. Aku sangat-sangat gaptek saat itu. Aku pake jurus coba-coba ajah. Yang penting jadi, ngetik pun masih sangat pelan. 1 kata mungkin lebih dari 30 detik, nyari hurufnya yang berpencar tak bisa kuingat dalam tempo singkat keberadaan mereka dengan baik.
Akhirnya, dengan membutuhkan waktu lebih dari 1 hari, aku berhasil membuat album sekolah amatiran.
Pas buat cover, aku ingat bentuk cover buku remaja yang aku bawa saat itu, bacaan dari pinjem mas yang mondok di Sidogiri, judul persisnya lupa, seingatku gini, "Yuk, tinggalin pacaran" buku dengan gaya bahasa gauuul tapi syar'i banget, gaya bahasa yang memotivasiku menulis lelucon di album sekolah. Yah, aku ingat momen itu, semoga bukunya masih ada yah. Jadi pengen pegang buku itu lagi nih. :'(
===
Itu sekilas buku pertama yang aku buat seadanya, cuma beredar di kalangan terbatas, sejumlah temen sekelas, tak lebih, eh, bu guru bahasa Indonesia favoritku aku kasih satu nding...

Lambat laun aku mulai belajar, apalagi sering juga aku diberi tugas sama pak lik ngetik di komputer, entah itu ngetik di excel maupun di words. Dan intesitasnya tambah sering saat musim pemilu, beliau menjadi anggota kpps di kantor desa. Sering begadang.
dari situ aku mulai menulis cerpen, sejak duduk di bangku Aliyah kelas I. Musim lomba, Agustusan, aku bela-belain gag ikut jadi supporter demi segera pulang dan nerusin cerpen di komputer, ngetik seusai pulang sekolah adalah menu wajibku saat itu. Kalo tidak salah, cerpenku waktu itu lebih dari 40 halaman, lupa, ngisahin tentang apa. Pernah aku print dan aku serahkan ke bu guru bahasa Indonesia pas kelas II, bu Etik, sekali lagi guru favoritku (guru favoritku adalah guru bahasa Indonesia) lalu. Aku bilang ke beliau dengan lugunya, kalo aku pengen mau nerbitin cerpen, entah itu diterbitin di surat kabar atau jadi buku, yang penting tulisanku bisa dinikmati semua orang. Seusia gitu aku sudah bermimpi seperti itu.
Aku sudah gag ingat judul tulisan apa saja yang aku buat pas duduk di MA.
Oh ya, sejak MTs aku sudah menulis diary, loh.
tapi aku gag suka menyebutnya dengan diary, terkesan feminim. Catatan harian, lebih gentle..
contohnya gini:
-----------
Selasa, 26 April 2007
aku bangun pagi terus ke pasar mbantu bu lik, terus siangnya mampir ke sekolah nemuin temen-temen yang lagi nyiapin acara. Malamnya.. gag ada apa-apa sih. Intinya, hari ini berjalan seperti biasanya.
Rabu, 27 April 2007
Jam 2 nganter bu lik ke pasar, trus tidur lagi. Hari ini lebih banyak di rumah, gag kemana-mana... Liburan di rumah aja.
-----------
Jadi, tiap malam hari aku punya kewajiban nulis kegiatan di buku bermerk Sidu itu. Tiap hari hingga aku lulus Aliyah. Alhamdulillah buku itu masih terjaga semua hingga sekarang.
-
Tren menulisku bertambah lagi, kesibukanku menulis pun menjadi-jadi. Semua berawal dari si Mamang,
kini si Mamang adalah seorang ibu dari puteri yang lucu, dan guru les privat di rumah suaminya. Sewaktu mahasiswa peraih beasiswa santri berprestasi kemenag.

Dulu, saat pulang sekolah, tak sengaja aku berpapasan dengan si Mamang di pasar kecamatan, kami sama-sama hendak pulanng, naik bus yang sama, tapi bedanya, aku turun duluan. Entah malaikat apa yang merasukiku saat itu tiba-tiba aku meminta dicarikan teman surat-suratan, sebelumnya aku dan dia sudah berkirim surat, berkorespondensi. Saling tanya, kegiatan sekolah, maklum, waktu itu sedang gencar-gencarnya dengan persiapan UAN (kini UN).
Tak disangka, responnya luar biasa, yang biasanya berkirim surat cuma dengan si Mamang kini lebih dari 3 orang yang berkirim surat kepadaku, tiap Minggu bertambah, dan akhirnya tertahan diangka 6 kalo gag 7 orang yang berkirim surat padaku, tiap satu minggu sekali, kadang 2x kali dalam seminggu. Dan 1 orang dari mereka adalah non santriwati, selebihnya santri di pesantren Al Hidayah.
Bagaimana kita berkirim surat?
kebetulan sekolah kami masih dalam satu kecamatan, jadi gag susah amat mencari teman dijadikan 'tukang pos', mereka sebagai senior dan santri di sekolah menjadikan mudah pas ditanya ke adik-adik kelas atau temen seangkatan mereka yang tiap pagi selalu melewati pasar kecamatan.
Pasar Kecamatan - dibawah tulisan Djarum Super itu aku biasa nunggu bis dan 'tukang pos'. Sekolahku (dari gambar) ke kanan sementara sekolah mereka lurus. Kalo ngiri arah ke rumah dan rumah si Mamang. Sumber google street view


Kalau surat dari mereka gimana ngasihnya ke aku?
kebetulan teman sekelasku rumahnya ada yang tak jauh dari pesantren, teman penaku (begitu aku menyebutnya) sekelas sama si Siti (sebut aja demikian) dan si Siti tetanggaan sama si Tutik yang tak lain adalah temen sekelasku. Jadi begitu perputaran suratnya hingga sampai ke aku. Terkadang kalau aku ketinggalan 'tukang pos' di pasar kecamatan, aku akan nitipin ke Tutik, meski alurnya agak ribet.
Tiap Senin adalah hari yang aku tunggu balasan surat dari mereka, sekali datang surat yang datang lebih dari 4, jadi ada 4 amplop (kadang ada juga sih nebeng amplop temennya :)) setiap surat terdiri dari 2-4 lembar. Tiap surat datang dipastikan, aku bakal begadang mbales surat mereka. Jam 11 malam di desa itu udah malem banget... Bahkan pernah diganggu mahluk halus gara-gara begadang mbalas surat mereka satu persatu-satu. Itu kenangan bangettt... hihihihihii...
Tiap pengirim memiliki kisahnya sendiri, ada yang curhat dengan pacarnya, ada yang sekedar melepas hobi menulisnya bersamaku, ada pula yang ngetes bahasa inggrisnya denganku, bahkan ada yang menyebutku mirip dengan si Fahri tokoh AAC. Baeeek bangeeet... terbang deh dikatain begitu....  hihihihi...
Bagi mereka, menulis adalah salah satu cara untuk berkomunikasi dengan mahluk cowok sepertiku. Pesantren melarang mereka membawa hape, dan pesantren tidak membiarkan mereka keluar tanpa ijin yang syar'i. Cara mereka menikmati kebebasan adalah pas di sekolah, meski jarang mereka manfaatkan itu.


Jadi tiap Minggu mereka dengan senang hati tanpa paksaan berkirim surat denganku, meski mereka belum tahu sosokku bagaimana, deskripsi si Mamang adalah satu-satunya bantuan yang mereka dapatkan tentang aku. Pun sebaliknya, aku tak mengenali siapa-siapa mereka, mereka sendiri yang mengenalkannya padaku dalam suratnya. Jika mengingat tentang itu, aku jadi ingin tahu, aku telah menulis apa saja pada mereka.
Menjelang lulus Aliyah, korespondensi telah usai, berganti hape, cerita telah berubah. Kumpulan surat bertumpuk jadi saksi bahwa aku pernah ngeksis di dunia tulis tangan, surat-suratan.
Kumpulan surat itu kini jarang aku jamah.


Lulus Aliyah, merantau ke kota Pahlawan, mengadu nasib bersama ribuan lulusan SMA lainnya dari berbagai daerah. Bertaruh tentang masa depan yang dicita-citakan dari rumah. Kelak akan ditentukan siapa akan menjadi pemenang dalam kehidupan ini. Ahh.. terlalu mendramatisir.
-------
okey, catatanku hari ini cukup disini ajah, besok insya Allah lanjut lagi, mumpung belum sibuk nggarap skripsi. Nunggu sempro, setelah itu insya Allah fokus nulisku lebih ke skripsi, soalnya itu adalah kewajibanku sebagai mahasiswa, sedangkan ini, hanya pelampias, bahwa aku tak ingin berhenti berkarya dalam dunia literasi.
Insya Allah besok lanjut tentang kehidupan menulisku di Surabaya, insya Allah jika sempat, nanti aku tambah-tambahi catatan ini. Masih banyak kurang, sebab tulisan ini tak lebih sebagai tulisan prematur, jadi belum sempurna (emang pernah sempurna?)
hehehee...

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Ceritaku Hari Ini. Update

Ponorogo Punya Cerita (19 Desember 2014)

Cinta Dalam Diam ; Romantisme Cinta Ala Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah