Kecoa dan Sepasang Sepatu Hitam



 Bismillah...

Ini mungkin tulisan sangat simpelku hari ini, eh, tepatnya awal bulan ini. Bulan ketiga dalam kalender masehi yang kita ikuti selama ini.
hari ini aku ingin menulis satu tema saja, yaitu tentang kuliahku yang baru baru saja dimulai di semester ganjil tahun ini.
Tepat hari ini, angka 13 telah aku raih dalam siklus kehidupanku di dunia kampus, dengan agak malu, aku
katakan, aku menempuh studi kurang lebih 6 tahun lamanya. Wiuh, hampir sama dengan jenjang SD, dong! Iyah. Memang memalukan bagiku. Tapi, beginilah kehidupanku, ada kalanya aku semangat adakalanya juga aku harus terpuruk dalam kelalaianku.
Semester ini aku hanya memprogram skripsi saja, tak ada mata kuliah lain seperti biasanya. Sebenarnya ingin sih, ikut mata kuliahnya adik angkatan. Ikut diskusi, mendengarkan diskusi mereka atau bahkan saling sharing bagaimana rasanya jadi 'sesepuh' di kampus... Dan itu lebih sering sih...
Selain itu, aku ingin fokus ke 1 hal saja. Ya, skripsi. Sesuatu yang dianggap bagi kalangan mahasiswa lain adalah sebuah momok yang sangat menakutkan. Lebih menyeramkan jika bertemu tuyul atau adiknya tuyul.
Bagaimana tidak, dalam skripsi, seorang mahasiswa benar-benar dituntut mandiri. Tidak seperti ajang diskusi di kelas yang biasanya dibagi perkelompok. Disini mahasiswa akan dilihat kapabilitasnya, dia mampu gag nulis ilmiah, mampu gag menangkap pesan dosen dalam setiap bimbingan, mampu gag berargumen atau bahkan mempertahankan argumen ketika pernyataannya dipertanyakan.
Disini, mahasiswa yang lebih sering irit bicara waktu diskusi di kelas akan merasakan benar kesulitannya. Beda dengan mahasiswa yang sering cas cis cus waktu diskusi. Sekali lagi, jenis mahasiswa seperti itu yang biasanya akan kesulitan dalam nyekripsi.
Ada lagi, dengan tipe mahasiswa yang nyantai di kelas, dia bisa ngomong tapi masih baca buku itu memiliki potensi untuk agak siap berhadapan dengan dosen, dan itu jika ditunjang dengan dosen yang belum setingkat profesor dan masih belum sesepuh serta tidak banyak tanya. Itu!
Apalagi mencari sebuah kasus (kebetulan jurusanku jenis skripsinya mayoritas nyari kasus hukum lalu disangkutin sama hukum pidana Islam) tidaklah mudah.
Pernah dengar beberapa kali seorang mahasiswi (kebetulan adik kelas) ditolak judulnya ketika diajukan ke dosen pembimbing dengan alasan sudah ada yang bahas, atau itu masih mirip. Padahal dia udah 'blusukan' ke judul yang dia coba angkat, eh tak taunya "cari lagi" dibilang gitu sama dosen, akhirnya si mahasiswi tersebut bingung mau nyari judul apa.
Aku, sering mendapatkan permintaan untuk mencarikan sebuah judul bagi mereka. Adik-adik kelas yang ingin cepet lulus, dan takut ketularan aku. Hehehe...
Dengan sabar aku mencarikan bahasan, bukan judul. Karena referensi bahasanku lumayan agak banyak daripada judul yang aku punya. Tapi akhirnya, mereka tidak satu pun mengangkat bahasan yang sarankan. Hehehe...
Tapi setidaknya cukup memberi angin segar bagi mereka, bahwa masih ada senior yang memberikan bantuan kepada mereka.
Dan aku, alhamdulillaah. Judul sudah di acc, tinggal proposal yang belum, dan jadwal kuliah selama semester ini adalah bagaimana caranya proposal itu bisa selesai dan menjadi sebuah skripsi, itu yang menurutku tidak mudah. Ditambah kendala yang belum bisa aku atasi, salah satunya. Sepasang sepatu...
---
Kemarin, tepatnya akhir Pebruari. Aku hendak mencurahkan gundahku, lebih tepatnya gundahku terhadap penghuni kecoa dalam sepatuku yang lama tak terpakai dan akhirnya rusak.
Yah, sepasang sepatu yang aku beli dengan penuh pengorbanan, meski harganya cuma 60 ribu tapi itu sangat berarti dalam kehidupan kampusku. Ia yang membantuku menutup jempol kakiku.
Terhitung selama hidup di dunia pendidikan aku tak pernah membuang sepatuku sejak SMA, meski kini telah hilang karena aku tinggal ke Surabaya.
Sedang masa kuliah, selama 6 tahun ini, aku hanya punya 3 sepatu. Sepatu pertama, aku beli di Surabaya, aku beli saat indah-indahnya menjadi mahasiswa baru di 2010 silam, selama 3 tahun sepatu itu tak tergantikan akhirnya tak muat juga kakiku masuk kesitu, -pas aku beli memang sudah dalam keadaan sesak-. Ditambah waktu PPL di Pengadilan Agama Madiun diharuskan pake sepatu item, akhirnya beli deh sepatu baru di Ngawi, harganya 50 rb kalo gag salah.
Karena udah sobek di depannya, tahun 2014 akhir kalo gag salah aku beli sepatu lagi di Surabaya. Harganya juga murah, dan itu sepatu item lagi.
Selama kuliah, lalu KKN dan kuliah lagi sepatu itu menemani meski tak pernah aku ajak keluar kota atau mudik. Dan hari itu datang juga ketika aku pakai di kampus ternyata alasnya copot dan sudah mulai banyak sobek. Tapi aku tetap setia, meski cuma beberapa hari lagi, sebab liburan semester sudah di depan mata, nanggung mau beli sepatu baru lagi. Mungkin lain kali bisa dibenerin meski tak sempurna lagi, pikirku. Dan akhirnya, sepatuku tak bisa aku paksakan, aku pensiunkan. Untunglah aku masih punya sandal gunung ketika hari terakhir ke kampus untuk ujian akhir semester, jadi kalau ke kampus meski dengan mengendap-ngendap takut ketahuan dosen, aku pake dengan balutan kaos kaki. Dan untunglah, pernah juga jalan kaki dari kampus sampe rumah pake itu. Coba kalau tetep dipaksakan pake sepatuku yang udah pensiun bakal susah nantinya.
Dan, entah awal tahun ini atau akhir tahun kemarin, iseng-iseng liat keadaan sepatuku yang udah aku acuhkan selama 2 minggu lamanya, aku kaget dengan apa yang terjadi di dalamnya. Yaa... Ada kehidupan kecil di dalam sepatuku, sebuah koloni kecoa berhamburan saat aku gedor-gedorkan sepatuku di tanah. Mereka pontang-panting tak tentu arah, wah, banyak sekali rupanya. Meski udah pensiun ternyata sepatuku berguna juga bagi mahluk lain.
Apakah aku harus bersyukur atau menyesalkan tindakanku yang telah membiarkan sepatuku yang telah menjadi sejarah dalam dunia perkakianku ini terlantar. Jika kalau mau lebay dikit aja, mungkin aku akan menyimpannya dalam kotak kaca yang siap saksi ketika nanti aku berkisah kepada keturunanku. Sepatu hitam sederhana tanpa motif yang menjadi teman di jalan, di kelas, disaat proses penjelmaan pengetahuan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Aamiin...
---
Dan sekarang, hari ini tepatnya tanggal 1 Maret, aku masih belum punya sepatu baru. Sementara 1 Maret adalah awal dunia perkampusan di UIN sudah dimulai. Aku masih belum bisa mencari sepasang sepatu pengganti sepatuku yang lain, yang kini kian teronggok tak terjamah oleh keseharianku.
Aku masih belum ada waktu untuk beli, tapi kalau lebih jujur, sih. Belum punya duit untuk beli.
Ditambah, pengeluaranku di semester ini bakalan besar dibanding semester lainnya. "500 ribu lebih" itu jawab teman seangkatanku yang baru kemarin menyelesaikan skripsinya dan tinggal menunggu wisuda.
---
Harus bisa bekerja lebih keras dan lebih giat, sendi yang tak bosan untuk bersujud, dan tangan yang lelah untuk selalu memberi ke sesama dan meminta hanya kepadaNya.
---
Oke...
Cukup sekian tulisan spontanitasku hari ini.
Semoga terhibur, khususnya aku sendiri dan umumnya... Aku sendiri juga...
---

Wassalam
Alhamdulillahh
 20.46 WIB
01 Maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Ceritaku Hari Ini. Update

Ponorogo Punya Cerita (19 Desember 2014)

Cinta Dalam Diam ; Romantisme Cinta Ala Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah