WISUDA KE 79
Bismillahiraahmaanirraahiiim
bisyukurillahh..
Alhamdulillaah..
Alhamdulillah, hari (Ahad, 14
Mei 2017) akhirnya aku mengikuti prosesi wisuda dan menjadi bagian dari 342
mahasiswa yang diwisuda hari itu.
Dari fakultasku terdapat 72 mahasiswa sedang
dari prodiku Cuma 5 mahasiswa saja. Dan aku mahasiswa terlama yang menjadi perhelatan
wisuda yang ke 79 itu.
Ini adalah momen yang seharusnya aku
bahagia, puas dengan pencapaian yang telah kulalui selama ini,
namun nyatanya TIDAK. Aku tidak bahagia, senang maupun sedih pun tidak, biasa-biasa saja. Lulus dengan 14 semester bukanlah prestasi yang bisa dibanggakan hingga diumumkan ke khalayak umum. Tidak!. Tidak perlu di publish, tidak perlu ada foto-foto wisuda dilakukan. Tidak perlu ada ucapan selamat dari siapa pun. Cukup dalam do’a yang kubutuhkan, kucurahkan semuanya, apa yang sedang menjadi gelisahku.
namun nyatanya TIDAK. Aku tidak bahagia, senang maupun sedih pun tidak, biasa-biasa saja. Lulus dengan 14 semester bukanlah prestasi yang bisa dibanggakan hingga diumumkan ke khalayak umum. Tidak!. Tidak perlu di publish, tidak perlu ada foto-foto wisuda dilakukan. Tidak perlu ada ucapan selamat dari siapa pun. Cukup dalam do’a yang kubutuhkan, kucurahkan semuanya, apa yang sedang menjadi gelisahku.
Setelah kurang lebih menunggu 4 (empat)
tahun lamanya. Lulus dengan masa
pendidikan 2x lipat dari waktu normal.
Aku sangat berterima kasih kepada pihak
akademik, ketua panitia wisuda Fakultas Syariah dan Hukum yang sangat
membantuku, menasehatiku (tiba-tiba saja namaku heboh di bagian akademik dan ruang . Kepada bu sekretaris prodi, ketua jurusan. Yang telah membantuku
agar bisa diwisuda pada hari itu. Padahal sudah kusampaikan bahwa aku menunggu wisuda
setelah lebaran saja. Tapi diluar sepengetahuanku, mereka tetap mengusahakan
aku bisa wisuda bulan ini juga. Dan Alhamdulillah, aku menjadi bagian 342
mahasiswa yang diwisuda hari itu.
#Ahad, 14 Mei 2017
Jam 06.30 kurang lebihnya aku sudah
berangkat menuju kampus, sebab awal acara hari itu dimulai pukul 07.00. Sebelum
sampai kampus aku sudah menikmati sepiring sarapan nasi pecel di pasar kaget
belakang gang kampus. Supaya kuat
menghadapi kenyataan pahit nan menyedihkan yang bakal kuterima hari itu selama
acara wisuda.
Sampai kampus, kuparkir motor di
dekat gedung fakultas.
Apa yang bisa kukatakan Ahad pagi itu di kampus?
Kulihat rombongan keluarga
wisudawan-wisudawati berdatangan menggunakan mobil, ada yang jalan kaki sebab kendaraannya
di parkir diluar kampus. Diantara keluarga wisudawan ada yang memakai jas, kebaya,
batik, maupun pakaian rapi biasa. Mereka berjalan beriringan, wajah mereka
memancarkan kebahagiaan, kepuasan, kadang ada yang bergurau dan pancar kepastian.
Ya. Kepastian! Setidaknya setelah
ini mereka bisa memastikan, putra-putri mereka sudah layak bersaing di dunia
kerja dengan pertaruhan skill dan gelar mereka. Dan pasti. Siklus keuangan selayaknya
berganti. Orang tua sudah ‘lelah’ sebagai sumber pembiayaan pendidikan putra-putri
mereka. (meski kadang tak seperti itu).
kepastian, bagi wisudawan inilah ritual yang menandakan perpisahan terakhir ke kampus dan semua peristiwa yang kelak hanya akan menjadi kenangan manis.
Aku cuma duduk, menatap mereka di
trotoar belakang gedung Twin Tower bersama adik kelas sesama Ngawi yang juga
kuliah di UIN. berkali-kali dia tanya, apakah aku wisuda hari itu juga, dan aku jawab bisa jadi ya dan tidak. Intinya aku berikan jawaban mengambang.
Dan aku mengalihkan topik pembicaraan dari "aku" ke kondisi kampus dan tentang bahagianya keluarga wisudawan yang hari itu berlalu lalang di depan tempat kami duduk. Dia tak tahu aku akan wisuda hari itu juga, karena memang
sengaja aku sembunyikan pakaian putihku dibalik jaket. Pakaian kebesaran wisuda
masih kusimpan rapi didalam tas.
Malu...
Ya, malu. Disaat para wisudawan
berkumpul, berfoto-foto bersama teman seangkatannya dan keluarganya dengan
pakaian wisudanya, aku cuma bisa tertegun, menatap mereka dari kejauhan. Apalah
artinya jika segera kupakai pakaian itu jika nantinya aku hanya mendapati
diriku sendiri, tak ada yang mengajak bicara, tak ada yang mengucapkan selamat, tak ada keluarga, tak ada teman. Biarlah
kusimpan pakaian wisudaku hingga waktu mengharuskan para wisuda masuk ke gedung
dengan pakaian toganya, lengkap.
Bukannya aku tidak mengusahakan keluargaku untuk bisa datang, mereka semua sibuk dengan pekerjaannya dan aku sangat menghargai itu. Sebab, itulah mata pencaharian mereka.
Sabtu (13/05) aku sudah meminta
mbakku untuk datang ke acara wisudaku. Tapi dia tidak bisa meninggalkan
dagangannya. Aku meminta ke masku untuk datang, dia juga tidak bisa, karena hari
Ahad bukan hari libur tempat kerjanya. Disitu aku mulai putus asa. Akhirnya aku
menanyai temanku apakah dia sibuk di hari Ahad pagi (tanpa memberitahu maksudku)
ternyata dia juga ada kegiatan. Akhirnya aku benar-benar pasrah. Biarlah tidak ada
yang datang. Toh, aku tetap bisa wisuda. Aku mencoba menegarkan hatiku.
Bapakku?
Tidak mungkin aku meminta bapakku datang ke Surabaya dari Ngawi naik motor, demi Allah aku tak ingin bapakku ke Surabaya motoran sendirian, aku selalu khawatir jika bapak motoran entah itu ke Surabaya maupun ke Demak. Mengingat infrastruktur jalan yang tidak aman bagi pengendara motor dan seringnya terjadi lakalantas di jalan raya membuat aku tidak ingin bapak naik motor jika mau ke Surabaya, bisa naik bus atau kereta, tapi selalu bilang,
"lebih hemat pakai motor".
dan alasan tersebutlah yang membuatku baru SMS pada hari Sabtu (13/05) memberitahu beliau bahwa aku besoknya wisuda. Dengan begitu beliau tidak punya persiapan untuk ke Surabaya dan mengurungkan niatnya. Pikirku.
-
Selama prosesi wisuda semua berjalan
dengan baik. Berjalan khidmat.
Berkali-kali aku mengedarkan
pandangan ke barisan para wali wisudawan atau orang tua yang duduk di tribun sebelah
kanan dan kiriku, aku mengharapkan disana terselip kedua orang tuaku, bapak dan
almh. Umiku.Bangga menyaksikanku lulus, seperti apa yang kusaksikan orang tua
wisudawan pagi itu.
Nyatanya tidak. Entah berapa kali aku mencoba memastikan, namun
aku selalu tak berhasil.
Tepat pukul 11 (sebelas) siang acara
prosesi wisuda selesai.
Saat orang tua wisudawan turun dari tribun, langsung
menghampiri putra-putrinya, ada yang berpelukan, cium tangan, cium kening,
ya
Allaah… Aku tiba-tiba terharu sekali.
Kedua mataku berkaca-kaca. Buru-buru aku
memasuki toilet untuk segera melepas pakaian wisudaku dan menaruhnya kedalam
tas. Aku tak ingin berlama-lama di kampus ini yang mana semua wisudawan
menampakkan kebahagiaannya bersama orang tua, keluarga, teman-temannya.
Aku? Nasib pagiku yang tak berubah
hingga siang membuatku ingin segera pulang dan tidur!
Aku tak ingin diperjalanan melewati
kerumunan orang-orang ada yang mengenaliku dan membuatku tertahan, aku ingin
segera pulang, shalat, dan tidur.
Hari ini dengan kenyataan yang terjadi sudah
sangat melelahkan.
-
jadi ingat pertama kali ke kampus, semua serba sendiri, tidak ada teman, tidak ada keluarga. Mulai daftar hingga semua proses yang mengantarkanku akhirnya resmi menjadi mahasiswa UIN Sunan Ampel semua sendiri, tidak ada keluarga.
Teman? Teman seangkatan telah lama mendahuluiku wisuda di tahun 2014 silam. Dan aku seperti spesies langka yang harus diperhatikan kehidupannya agar tak punah di tengah jalan. Hehehe...
-
yah, aku harus cukup puas, setidaknya pertanyaan itu (kapan wisuda?) telah berganti menjadi "kapan nikah?"
kapan?
Dia mengatakan ingin menikah tahun ini, karena itu impiannya. Hehee
Salam
Ahmad MQ
Komentar
Posting Komentar