Menunggu? Sekarang saja!



Bismillaahirrahmaanirrahimm…

Ini adalah catatan bukan untuk latah memperingati berakhirnya tahun 2016. Tidak sama sekali. Aku bukan tipe yang doyan demikian. Ulang tahun sendiri saja ga pernah dirayain apalagi pergantian tahun, uh, enak saja… Percuma, tak ada yang diuntungkan, dirugikan, iya…

Malam ini aku cuma ingin menulis tentang sebuah perasaan, hemmm… Eit, sebelumnya bukan berarti aku akan menulis tentang asmara yang terjadi pada diriku, tidak. Aku tidak setangguh itu untuk mengulas tentang asmara yang terjadi pada hidupku.
Eh, btw, asmara itu apa ya? Emmm… Tapi, tidaklah… Aku ga pengen nulis tentang asmara. Dan aku akan lebih excited, tertarik, semangat menulis tentang betapa indahnya hidup kita. Betapa beruntungnya apa pun yang telah kita miliki. Yap… Ini point terpentingnya. Masa bodoh dengan detik-detik berakhirnya 2016. Toh, bukannya penanggalan itu semacam ‘pakaian’? Selama kita masih berpakaian toh kita tetap biasa saja. Tak ada yang spesial. Apalagi penanggalan masehi. Kebanyakan tanggal-tanggal terpenting urusan duniawi saja, sebutlah 17 Agustus, hari kemerdekaan. Selalu.
Beda lagi dengan penanggalan Hijriyah, yang memiliki nilai akhiroti, hehehe… Sebutlah bulan Ramadhan, bulan Sya’ban dst. Yang memiliki keutamaan-keutamaan jika diisi dengan ibadah dibanding bulan lainnya.  Nah, kalau Masehi? Apa ada syariat yang mengutamakan bulan Januari lebih utama daripada bulan Pebruari? Atau tiap tanggal 1 Januari malaikat semua turun mengijabahi do’a-do’a yang merayakan tahun baru dengan terompet atau ‘merayu’ Tuhan dengan atraksi kembang api di angkasa. Tidak!
Tahun baru sama saja kok! Yakin deh… Jadi ga usah lebay bingung mau menghabiskan waktu dimana. Kalau ingin sesuatu yang beda mudah kok! Cukup gelar sajadahmu di masjid sepertiga malam. Yakin deh, Tuhan akan serasa dekat denganmu, bukan karena menspesialkan masehi. Karena ketaqwaanmu! Catat! Taqwa!
Dan kali ini aku tak perlu kontemplasi, resolusi dan semacamnya untuk menyempurnakan akhir tahun ini. Buat apa?
Beda cerita kalau itu sebuah perusahaan atau instansi, mereka akan sangat memerlukan evaluasi kerja. Resolusi apa yang akan hendak dicapai di tahun berikutnya setelah melihat evaluasi kerja tahun sebelumnya.
Lah untuk pribadi? Diri sendiri? Menurutku, ga perlulah…
Sederhanannya begini, saranku…
Cukup catat apa saja kekurangan yang ada, atau keburukan apa saja yang baru saja dilakukan. Misalnya.
“hari ini aku melihat tukang becak, kedinginan di atas becaknya sebab hujan sangat deras, tapi aku ga berani mendekatinya, sekedar memberi sesuatu yang bermanfaat untuknya”
“hari ini nggosip bareng temenku tentang si A”
“hari ini nyontek illegal waktu UAS”
“bangun kesiangan, shalat Shubuh jam 7 pagi”
Catat semua dalam sebuah lembaran kertas dengan judul DAFTAR NEGATIF DIRI, tempel di tempat strategis yang mudah kita membacanya sewaktu-sewaktu.
Dan resolusi yang kita harapkan esoknya. Bersebelahan. Dengan begitu kita akan selalu mengingat, mengetahui dan harapannya akan menjadi warn bagi diri kita yang berkomitmen untuk memperbaiki diri tanpa harus menanti pergantian tahun.
Oh ya, sampai lupa. BERSYUKUR...!!
Kita harus memperbanyak bersyukur dalam hal apa pun. Kebetulan sekarang musim hujan, yah. “kok hujan sih? Hujannya kok ga reda-reda? Aduh, rumahku kemasukan air hujan. Hujan bikin pakaianku ga kering-kering, huhh!”
Tahukah, bahkan semua pasti menyadari bahwa hujan adalah rahmat. Selamanya akan tetap menjadi rahmat bagi semesta. Tak ada hujan mengakibatkan musibah. Yang paling tepat adalah, karena ulah manusia ada tanah longsor, ada sampah menumpuk hingga akhirnya menjadi banjir, karena menjamurnya gedung beton, akhirnya penyerapan air terhambat. Hujan tak bisa dihindari tapi kitalah yang akan menganggap hujan itu musibah atau rahmat dengan apa yang kita perbuat. Gettoo…
Bersyukur.
Yah, kita jangan melupakan kewajiban kita.
Keberuntungan yang paling mendasar adalah kita masih diberi kesempatan untuk selalu memperbaiki diri! Kita terkadang lupa, bahkan cenderung melupakan bahwa kita adalah manusia yang beruntung. Kita senantiasa lalai justru melalaikan kita kita ada keharusan untuk selalu bersyukur dengan selalu berbuat baik kepada orang lain, kadang kita gila hormat, gila prestise. Cobalah kita tendang jauh-jauh kesombongan, keangkuhan kita yang selalu beranggapan, IM DE BEST!! NO!
Semua manusia diciptakan sama, potensi yang sama, kekuatan yang sama, cuma usaha, kerja kerasnyalah yang membedakan. Dan terkadang jalan juang yang telah kita hadapi membuat kita menjadi lupa bersyukur. Seolah menganggap, ITU KERJA SENDIRI tanpa adanya bantuan Tuhan. Dan kebanyakan itulah yang membuat kita lupa bersyukur. Kita mematikan jiwa kerelijiusan kita sendiri tanpa sadar.
Ah, sepertinya kita harus berhenti berlari.
Diam adalah lebih baik jika bergerak itu menghancurkan.
Bersuara keras itu perlu jika diam itu melemahkan.
Selamat merenungi diri sebelum tidur, dan sekali lagi, jangan pernah melalaikan daftar bersyukur dari list harian kita. Sadar atau tidak, suatu saat kita pasti akan membutuhkannya. Bukan syukur yang membutuhkan kita.
= = 
Salam hangat dari Ahmad MQ
Terima kasih telah bertahan hingga di baris ini.
Petikan yang keliru kembali ke diriku sendiri, yang benar, kupersilahkan diperebutkan manfaatnya.


Salam
Jum’at, 30 Desember 2016
22.47 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Ceritaku Hari Ini. Update

Ponorogo Punya Cerita (19 Desember 2014)

Cinta Dalam Diam ; Romantisme Cinta Ala Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah