Tunangan. Pacaran yang Bermetamorfosis



 Bismillah

Ini mungkin catatan panjangku yang pertama tahun ini. Tiba-tiba ingin menulis catatan yang lebih panjang, karena tergerak melihat postingan orang lain di Facebook. Dan tentu cikal bakal tulisan ini sudah lama mengendap di otak dan menunggu momen yang tepat untuk menuliskannya. Dan aku rasa saat ini mungkin situasi yang tepat untuk mencurahkannya.
Begini
Tahun lalu, aku pernah menulis sebuah catatan di Fb, terinspirasi dari kisah adik kelas di kampus yang menjalin sebuah hubungan dengan seorang pemuda, dia berkisah di pinggir lapangan kampus sepulang dari kuliah sore hari bakda Ashar, tahun 2012 kalau tidak salah. Panjang lebar tanpa henti dia bercerita tentang hubungannya dimana orang tuanya sudah mengetahui dan merestui.
Beberapa lama kemudian mungkin setahun atau dua tahun berikutnya, dia memberi kabar bahwa dia sudah lamaran dengan pujaan hatinya. Suatu kemajuan dalam sebuah hubungan
Umumnya banyak remaja yang menjalin hubungan non halal, meski, kadang bukti sayang cuma sekedar ngelike status facebook yang dia buat, apapun itu. Dan adapula yang cukup berani dengan mengklaim “ini jodohku” dengan catutan foto berdua yang dia share di media sosial. Dan biasanya hubungan seperti itu, meski akhirnya menikah akan ‘garing’ di tengah biduk rumah tangga mereka.
Padahal pacaran adalah sebuah keadaan dimana seorang cowok/cewek nekat nyari masalah, mesranya dosa, njajan barengnya sia-sia, tak dianggap sebagai sedekah, perkara mubah bahkan bisa-bisa terancam makruh jika berpotensi dosa. Nah loh!
Bagi sebuah hubungan muda-mudi yang menjalin cinta pada umumnya, tahapan-tahapan yang seolah disepakati bersama adalah sebagai berikut:
1.      Kenalan (jika sudah kenal sejak jaman sekolah, itu lebih mendukung di kemudian hari). Kalau dalam dunia perFacebookan, ini mudah ditebak, biasanya, si cowok –umumnya sih, cowok- akan nebar LIKE di setiap statusnya, atau naruh KOMENTAR di setiap statusnya, dengan bahasa –biasanya- becanda-becanda dulu. Jika dirasa ‘nyambung’ maka jurus kedua dilancarkan lewat INBOX Fb, prosesnya pun jelas, terstruktur, ngobrol, Tanya-tanya udah punya pacar apa belum; minta nomor hape, dan yang terakhir itu lebih sering.
2.      PDKT alias pendekatan, tahap ini sudah menjelma menjadi sebuah misi terselubung dimana setiap pertemuan atau komunikasi sudah memiliki visi yang jelas, yaitu menguasai ‘waktu’ si target. Contoh, setiap pagi, dikasih ucapan selamat pagi, mau makan diselamatin, dan merubah sosok dirinya menjadi orang yang paling care bagi si target. Itu inti PDKT
3.      Setelah tahap PDKT sukses, maka statusnya pun berubah menjadi sepasang kekasih, yah! Dunia milik mereka berdua. Mulanya biasanya aja, pegangan tangan waktu jalan berdua, dan mayoritas pasangan seperti itu akan memilih tempat wisata yang sepi, you know lah what I mean. Tapi ketika ada kesempatan, setan A’war akan manas-manasin, “mumpung sepi vroh, ayyoooh, sikat aja, toh, si do’i udah cinta sama elu…” meski kadang mereka cuma bilang “kami cuma sebatas ‘nganu’ kok, gag sampe begituan”. Sadarilah, hal itu akan menimbulkan efek seperti narkoba! Bahkan lebih ganas lagi! Jadi, jika ada seorang cowok/cewek dalam kondisi pernah seperti itu dan bilang kangen, rindu, pengen ketemu. Bisa dipastikan, mereka tak akan bisa lepas dari aktifitas seperti itu.
4.      Tahap agak serius. LAMARAN. Jika pasangan tersebut berhasil mencapai tahap ini, kita jangan berbangga dulu, atau mungkin mengucapkan selamat, jangan! Tahan dulu. Lalu, apakah kita tidak boleh bahagia mendengarnya, bolehlah. Tapi sebatas itu, Allaahlah yang menentukan prosesnya kita do’akan dalam senyap saja, semoga lancar jalannya. Memang bagi sebagian orang, pasangan yang sudah bertunangan adalah pasangan yang ‘selamat’ dari stigma negative sosial. Padahal tidak selamanya benar pernyataan seperti itu. Bisa jadi dengan status tunangan, pasangan itu semakin menggila, kebablasan, karena sudah yakin akan menikah. Iya, menikah yang terlalu dipaksakan jika perbuatan kebablasan tersebut menuai hasil. Dan tentu pernikahan pun dilaksanakan lebih dari jadwal yang ditentukan sebelumnya untuk menutup aib tersebut. Dan pernikahan yang dijadwalkan bahagia itu pun mendadak menjadi pernikahan musibah. Naudzubillaah.
5.      Menikah. Yah. Ini tahap paling aman dalam sebuah hubungan muda-mudi yang dirundung cinta. Menikah adalah sebuah sunnah yang dicontohkan oleh Rasul.  Dan penuh berkah jika diawali dengan proses yang baik, tidak seperti tahapan-tahapan diatas. Jika, prosesnya tidak baik seperti diatas, biasanya pernikahan yang dijalani akan ‘garing’. Kenapa garing? Cinta yang didasari oleh selain keridhaan Allah dan hanya mementingkan hawa nafsu saja dicampuri oleh modus-modus. Maka ingatlah, hal itu akan secara cepat atau lambat akan sirna. Dan selanjutnya akan dipenuhi oleh sebatas tanggung jawab dan penyesalan di masa lalu.
Oke, kita tinggalkan tahapan-tahapan tak jelas tersebut. (kecuali yang terakhir sih)
Lamaran tapi sifatnya masih seperti itu (pacaran) tetap saja, komunikasi tak putus melalui dunia seluler. Bagiku itu sama saja dengan bentuk 'pacaran' yang 'dilegalkan'. Yah, lamaran atau tunangan adalah sejenis pacaran yang dilegalkan jika sifat-sifat pacaran masih saja terjadi di tahap ini. Kadang ada yang menyebut, “bukan pacar tapi dia tunanganku”. Itu sih, sah-sah saja. Tapi perlu diingat, yang namanya sifat tak akan bisa dihindari jika perbuatan masih saja didekati.
Tak ada bedanya dengan pacaran, lalu apa sih pentingnya lamaran atau tunangan?
Menurutku hanya 2, yaitu untuk memberi tahu kedua belah pihak keluarga bahwa si laki dan perempuan serius untuk membina rumah tangga, acapkali kedua belah pihak heboh sendiri dengan proses ini, dalam sebuah budaya memang menjadi sebuah adat bahwa proses lamaran itu perlu diramaikan, terlepas dari adat, lamaran atau tunangan cukup sederhana saja. Hanya kedua belah pihak saja yang tahu, tidak perlu disebar-sebar beritanya jika sudah bertunangan. Sebab menurut syariat lebih baik didiamkan, sebab jika suatu hari ternyata batal ditengah jalan, maka hal itu tentu akan menjadi bumerang bagi kedua belah pihak yang terlanjur gembar-gembor, dan kalaupun jadi ya syukurilah, dan kedua, menutup jalan kemungkinan ia akan dilamar oleh pihak lain. Istilah lainnya menali si laki dan perempuan agar terhindar dari orang lain yang hendak meminangnya
Tapi, mayoritas bentuk lamaran/tunangan sekarang beda. Kadang anggapan dengan bertunangan hubungan mereka sudah sah diajak kemana-mana, sudah boleh ngapel tiap waktu. Padahal tunangan tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat untuk menghindari potensi zina! Dan, dalam proses tunangan sudah lazim adanya tukar cincin, dan tentu akan menjadi bahaya jika keduanya saling memakaikan cincin ke pasangannya masing-masing. Padahal dalam Islam tidak ada proses seperti itu, Islam mempermudah bukan mempersulit.
Lalu, kenapa sih, remaja memutuskan berpacaran?
Menurut penelitian, cowok, -karena mahluk ini kadang lebih ‘trengginas’ daripada cewek- yang memutuskan untuk berpacaran mayoritas masa kecilnya atau paling tidak, pernah/sering menonton film porno dan akhirnya memilih jalan berpacaran agar bisa mempraktekkan apa yang pernah ia lihat.
Mengutip dari Daily Mail, Minggu 16 Agustus 2015, efek samping dari menyaksikan film porno, dapat memberikan efek ketagihan. Pada dasarnya menyaksikan film porno melepas hormon dopamine (search yah, apa itu dopamine) yang menimbulkan rasa nyaman, yang lama kelamaan bisa membuat ketagihan. Hal ini menjadi masalah, karena saat ini banyak sekali remaja yang mulai gemar menyaksikan film tersebut.
Sebab efek rasa ingin tahu lebih besar, dan pengaruh lingkungan buruk dan kondisi yang memungkinkan, disinilah kasih sayang, cinta, rindu, setia memainkan perannya. Padahal itu cuma ‘alat’, ‘modus’ agar bisa memperkokoh nafsunya di hati pasangannya, dan pada akhirnya jika pasangan seperti ini memutuskan menikah, maka seiring waktu, pernikahan mereka seperti apa yang aku tulis diatas, ‘garing’!
Jadi, sebelum terlambat, jauhkanlah konten porno dari jangkauan adik, saudara kecilmu!
Sebagai perbandingan, bahwa mahluk yang tidak seperti diatas benar-benar ada (baca: pacaran) aku akan mencatatkannya. Oke, ada beberapa kisah nyata yang aku dengar dari beberapa orang yang aku dengar dari penuturannya bagaimana dia menikah menurut syariat, yang kebetulan ada kaitannya dengan apa yang aku tulis kali ini:
1.      Ada seorang pengantin muda, mereka berkisah waktu proses mengkitbah (khitbah adalah bentuk tunangan ala Islam yang sangat disarankan). Selama proses itu mereka sekalipun tak pernah berdua-duaan, bertemu pun tidak sering, mungkin cuma 2x sejak mereka kenal dan dipertemukan dalam sebuah proposal nikah, bahkan dalam komunikasi via whatsapp pun, mereka membuat grup berisi 4 orang; dia, calonnya serta ustadz-ustadzahnya dan itu pun dalam rangka taaruf  karena kesibukan keduanya yang tidak memungkinkan mereka untuk bertemu lebih lama. Mereka sangat menghindari khalwat dalam bentuk apa pun! Mereka sangat hati-hati terhadap fitnah. Apalagi setan sangat suka membelokkan niat baik ke jalan yang buruk. Dari kisah ini memberi contoh kecil bahwa kita tak boleh bermain-main dengan bakal rumah tangga kita. Semoga tidak salah dengar kisah yang dituturkan...
2.      Yang kedua, ada seorang muslimah (aku mengenal karena dia saudaraku- maaf yo mbak, tapi tenang kok, nama sampean gag aku sebut ^_^) yang tiba-tiba mendapat kabar bahwa ia hendak dilamar oleh seorang pemuda, mendadak, akhirnya beberapa hari kemudian si pemuda datang bersama saudara-saudaranya sesama organisasi, bukan sama orang tua, keluarga atau saudaranya, oke, tak masalah bagi pihak pemuda itu menurut syariat. Dan mengutarakan niatnya kepada pihak keluarga perempuan. Disini inti kisah, dalam sebuah khitbah/lamaran memang disyariatkan sepi-sepi, tanpa kabar-kabar ke saudaranya yang lain, si mbah, pak lik dan bu liknya bahkan tetangga kanan kiri pun tak tahu. Dan bahkan si muslimah tersebut tidak pernah berpacaran dengan calonnya yang sekarang menjadi suaminya. Dan proses itu begitu tiba-tiba, Allah permudahkan dan beri keajaiban kepada hambaNya yang selalu berproses memperbaiki diri, Allah simpan hasilnya disaat yang tepat.
Dan, beberapa waktu kemudian menikahlah mereka di kediaman keluarga perempuan dengan sederhana. Dan hingga hari ini, kedua suami istri tersebut menikmati berkah kebahagiaan dari pernikahan mereka yang tanpa dinodai dari sifat pacaran sedikit pun!
Lalu, bagaimana dengan kita? Pilihan kita akan menentukan bagaimana kehidupan rumah tangga kita nantinya. Seperti apa yang dikatakan oleh Salim A. Fillah, “Jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mafudz. Mau ngambil dari jalan halal ataukah haram, dapatnya yang itu juga. Yang beda, rasa berkahnya. Bukan tentang apa, berapa atau siapa, tapi bagaimana Allaah memberikannya, diulurkan lembut mesra, atau dilempar dengan penuh murka”
Dan tentu ini bukan hal sepele jika kita menginginkan pernikahan kita ‘berkelas’di hadapan Allah dan pacaran bukanlah jalan yang membuatnya keren, dan jangan bangga dulu dengan status tunangan/lamaran, Allah bisa merubah segalanya.
Saran:
Jika punya pacar, putusin, cukup sampai disini hubungan tidak sehat tersebut.
Dan jika memilih proses khitbah, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kepribadian si calon, kebiasaannya, harga sepatunya, bahkan semua hal yang berkaitan dengannya buruk maupun baik. Semua harus diungkap, karena ada pengalaman bahwa seorang perempuan menikah melalui proses khitbah, tetapi dia tak mendapatkan informasi detail dan menyeluruh si calon suaminya, dan akhirnya ketika menikah jadilah sebuah prahara yang tak diinginkan.
Jadi, bagaimana pun kondisimu saat ini, jika masih pacaran, menurunkan martabat dirimu vroh!
Okeh, sekian dari Ahmad MQ, penulis tunggal catatan ini, semoga bermanfaat.

Maaf acakadut. Agak grogi nulis sebenarnya.
 Alhamdulillah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Ceritaku Hari Ini. Update

Ponorogo Punya Cerita (19 Desember 2014)

Cinta Dalam Diam ; Romantisme Cinta Ala Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah